PERJALANAN LAIN-LAIN MENUJU OBJEK WISATA

Di usianya yang menjelang 21 tahun, The Hotdogs semakin di nanti-nanti. Entah itu oleh orang-orang yang sudah mengenal band ini sejak puluhan tahun, belasan tahun hingga yang baru dengar lagu mereka beberapa bulan lalu. Lirik-lirik mereka yang sarkas terkadang membuat beberapa orang beranggapan lain. Salah satunya lagu mereka yang berjudul Berhenti Berdoa. Banyak yang kepikiran, bahwa lagu ini antitesa dari konsep-konsep ketuhanan. Atau justifikasi kalau mereka adalah gerombolan yang tak beragama. Sangat disayangkan? Kalau menurutku sih, tidak ji juga. Tergantung dari cara kalian bangun dari tidur itu jam berapa. Kalau bangunmu subuh hari, kemungkinan kalian jijik dengan band ini hanya karena satu lagunya, yang sebenarnya bercerita tentang sahabat yang berganti sampah.

Adalah The Hotdogs, band punk yang lahir dari dua sisi, merayakan kemenangan sekaligus merayakan kegagalan.

Harap dicamkan dalam memori kalian, kalau sebelum kota ini secara musikal terbagi menjadi tongkrongan-tongkrongan atau genre-genrean, sekat permusikan anak-anak remaja bisa dilihat dari sekolahnya. Dan The Hotdogs, awalnya, adalah kolaborasi tidak sempurna antara musisi-musisi underdog SMAN II dan SMAN III. Bukan yang paling jago, bukan yang paling kaya, dan bukan pula yang paling mabok (walau Fami mengklaim pernah menjadi bandar obat, dan Idhe adalah langganan testernya).

Bosan pada sekat-sekat yang menyusahkan, akhirnya mereka menemukan sendiri pengertian istilah “genre.” Ternyata musik itu ndak segampang rock dan non-rock. Ternyata ada metal (ini pun banyak variannya), punk, hardcore, dan sebagainya. Sekat antar sekolah pun ditinggalkan, dan mulailah remaja-remaja pertengahan 90-an ini berkumpul atas nama persamaan selera musik. Underground. Petualangan yang lebih menyenangkan. Hingga sampai pada tongkrongan di jalan Kasuari sebagai pusat diskusi, dan studio 21 (dulu namanya bukan XXI) sebagai etalase. Tempat pameran segala jenis mohawk.

Sejauh itu, Idhe dan Fami belum pernah berhasil membuat sebuah band yang memang benar-benar bisa dibilang sebuah band. Setiap kali membuat band, pasti berujung dengan kata BUBAR. Bahkan setelah mereka berdua tidak lagi membuat band bersama, tetap saja berakhir dengan kata BUBAR. Tapi mereka, semakin tidak berada dalam satu band, semakin jalan bersama.

Saat pengumuman kelulusan Universitas Negeri, kedua orang ini, Idhe dan Fami, mengalami hal yang sama dengan rasa yang beda. Mereka sama-sama mendengar hasil pengumuman, yang satu lulus dan yang satu tidak. Dan buat sepasang sahabat, situasi itu membingungkan. Bagaimana mungkin seseorang merayakan kelulusan sementara di sebelahnya ada teman yang sedang gundah gulana karena ketidaklulusan? Sogokan martabak sudah pasti tidak mempan. Pada akhrinya —karena sudah kehabisan ide untuk membujuk— yang ingin merayakan kelulusan bertanya, “Bikin apa bagus di’?”. Spontan dijawab oleh yang sedang sedih, “Bikin band deh, tapi main punk. Maka demi kesetiakawanan, pikir panjang menjadi urusan belakangan. “Ayo mi”. Begitulah awalnya The Hotdogs terbentuk.

Formasi awal The Hotdogs tanpa drumer. Fami (vokal), Idhe (lead guitar), Imran (rhytm guitar) dan Rijal (bass). Rijal adalah salah satu teman tongkrongan mereka di Kasuari yang juga yang kelak menjadi inspirasi sekaligus inspirator lagu Angkat Kaki. Karena kekosongan pada drum, akhirnya Edhy Gondrong, salah satu gitaris metal saat itu membantu The Hotdogs di posisi drum, dari tangan Edhy, intro lagu Kotaku pun lahir.

Edhy Gondrong tidak lama di posisi drum saat itu, ia hanya membantu pada proses pembuatan lagu Kotaku saja. Akhirnya Yamin Latif mengisi posisi drum, dan lagi-lagi hanya beberapa lama sebelum cabut dari The Hotdogs. Satu hal yang paling diingat dari Yamin Latif adalah dia selalu berdoa sebelum intro lagu. Katanya ia tidak cukup percaya diri untuk menjadi seorang drummer. Dan itu adalah hal yang lucu karena bertahun-tahun kemudian ia menjadi drummer pada sebuah band pop-jazz bernama Bluey (tidak kenal? Makanya perluas wawasanmu) dan sekaligus menjadi satu dari sedikit pemain drum jazz yang disegani bahkan dihormati di scene jazz Makassar.

Kembali ke tahun 90-an. Tidak lama berselang Imran pun keluar dari The Hotdogs dengan alasan ingin bermain metal, namun sebelumnya sempat membawa temannya bernama Arul. Seorang remaja yang pendiam dan (kelihatannya) terpelajar, namun jangan salah, dia adalah satu-satunya yang pernah melakukan stage diving dan mendarat tepat pada meja kaca yang harganya mahal milik Gedung Manunggal TNI (dan katanya ijazah SMA nya dicekal karena persoalan itu.) Karena Arul adalah seorang pemain bass, maka Rijal pun bergeser memegang gitar ritem. Dan posisi inilah yang bertahan lama, hingga No More Respect pun lahir. Plus sebelumnya merilis EP yang diberi nama Just a Punk, berisi lima buah lagu.

“Pada saat itu masih sangat minim yang mendengarkan lagu kami. Yang mendengarkan lagu kami adalah Sex Punk. Yang mendengarkan lagu Sex Punk adalah kami.”

Setelah No More Respect dirilis, Fami dan Rijal selalu bergonta-ganti posisi karena memiliki kesamaan. Pada akhirnya, Fami mengisi vokal/gitar ritem. The Hotdogs adalah band punk, ingat The Hotdogs adalah band punk. Punk identik dengan kenakalan remaja, bukan ketololan remaja. Percobaan (apakah berhasil atau gagal) adalah proses, namun apapun kesalahan dan kegagalan yang diulang-ulang adalah tolol. The Hotdogs sempat berantakan dan sekarat karena narkoba, hampir seluruh personil kecuali Arul. Berantakan? Berantem? Pastilah berantakan dan pastilah mereka berantem, tapi mereka tetap saling cari satu sama lain jika rindu untuk latihan itu sudah menggebu.

The Hotdogs bukan tipe band yang senang manggung, mereka lebih suka latihan ketimbang ditonton banyak orang di atas rigging stage. Andai tidak begitu, mungkin hari ini The Hotdogs sudah punya nama untuk para fans-nya, Siberian Family mungkin, atau Doberman Rose.

“Menjadi vokalis band punk itu lumayan berat, bukan hanya menyanyi tapi juga pandai mengantarkan lagu yang dimainkan dengan kata-kata.”

Sekitar tahun 2004-2005 (yang mereka tidak ingat kapan persisnya) pergantian personil terjadi lagi. Rijal yang mengisi posisi drum saat itu, diganti oleh Ricky. Mini album pun lahir, “Kekalahan Terbaik”. Semua track drum diisi oleh Ricky, kecuali Lexotan dan Tentara yang track drumnya diisi oleh Fami. Dan semua vokal diisi oleh Fami, kecuali Monochrome yang dinyanyikan oleh Ricky. Formasi itu pun tak bertahan lama, hingga Pio mengambil alih posisi drum. Ricky dan Pio adalah dua nama yang juga bermain untuk The Hendriks. Sekedar bukti sahih kalau antara dua band terjadi hubungan simbiosis parasitisme. The Hotdogs kerap mengajak personil The Hendriks bermain dengan mereka (termasuk Febrin dalam beberapa kali manggung,) namun tidak sekalipun pernah Idhe, Arul, atau Fami bermain untuk The Hendriks. Satu kalimat klarifikasi dari mereka adalah “pertemanan tanpa parasit, bukan pertemanan namanya. Maka berusahalah jadi parasit yang menyenangkan.”

Dan karena terkadang Pio disibukkan oleh kerjaan, posisi drummer diisi secara bergantian oleh ia dan adik kesayangannya, Andre Tcefuk, walaupun akhirnya The Hotdogs lebih merasa klik dan klop dan memilih untuk bersama sang kakak dibanding sang adik. Alasannya sederhana: Persamaan selera humor.

Tahun 2015 lalu The Hotdogs mengeluarkan EP yang berjudul Lagu Lain-Lain. Berisi dua buah lagu, Bijak Menginjak dan Lagu lain. Dibuat se-D.I.Y mungkin. Dan hanya dirilis kurang dari 50 keping. Belakangan, tepatnya di perayaan Record Store Day 2017, EP tersebut dirilis kembali oleh Jajancuk Records dengan tambahan satu lagu berjudul Objek Wisata.

Pada akhirnya, formasi The Hotdogs yang paling awet dan menyenangkan sepanjang perjalanan mereka tanpa membanding-bandingkan adalah Pio, Idhe Arul dan Fami.

Menurut saya, band ini tidak akan bubar tanpa rilisan full album kedua. Tentunya kita-kita yang selalu menunggu mereka mengeluarkan lagu baru adalah sesuatu yang… bisa dikatakan ‘membahagiakan’. Tapi, kemungkinan juga, jika mereka merilis full album, itu adalah tanda bahwa sudah waktunya ada Anjing Panas yang lain, paling tidak, yang sanggup masuk berita nasional dengan tagline; “Konser Musik Atau Karate”.

Tulisan ini hasil interview langsung dengan Fami dan Idhe, di dalam sebuah kamar pengap pada siang hari. Dan ditemani empat gelas kopi. Tidak usah bertanya, siapa yang punya gelas keempat. Intinya, tulisan ini selesai tidak tepat waktu.

THE HOTDOGS | LAGU LAIN-LAIN | E/P

Share :

Share on facebook
Share on twitter
Share on pinterest
Share on whatsapp